.widget.ContactForm { display: none; }

search

Wednesday 13 July 2011

Laporan Resmi Reaksi REDOKS II IODOMETRI KIMIA ANALISIS




JUDUL PRAKTIKUM
Iodometri (titrimetri redoks II)

TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikan mampu menentukan kadar OCl- dalam larutan bleaching (baiclean) menggunakan reaksi reduksi – oksidasi.

DASAR TEORI
Operasi bleching bertujuan untuk mengurangi jumlah kromofor pada kulit sehingga kulit akan semakin putih merata. Kromofor merupakan pembawa warna yang sering kali tidak diinginkan keberadaannya. Metode bleaching dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu oksidasi menggunkan KMnO4, NaOCl, H2O2, serta reduksi menggunakan hidrosulfit, rongalit-C ( produk patent). Kadar NaOCl dalam larutan bleching dapat dicari dengan menggunkan metode iodometri.
Proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) mbebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal NaOCl) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam maka penambahan ion iodida berlebihan akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebskan I2 yang setara jumlahnya dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya dapat dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat sehingga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahanya sebelum mendekati titik ekivalen.
Pada prinsipnya, iodometri merupakan reaksi reduksi-oksidasi, karena terjadi perubahan bilangan oksidasi (biloks) dan zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Dalam hal ini transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi. Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul. Sedangkan reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimia, oleh karena itu pelepasan elektron (oksidasi) selalu diikuti dengan penangkapan elektron (reduksi). Reaksi oksidasi reduksi juga sering disebut “reaksi pertukaran ion”.
Pengertian oksidasi dan reduksi secara umum dibagi menjadi tiga hal. Dalam hal transfer oksigen, oksidasi berarti mendapat oksigen, sedang reduksi adalah kehilangan oksigen. Berdasarkan transfer hidrogen, oksidasi berarti kehilangan hidrogen dan reduksi berarti mendapat hidrogen. Dan dalam hal transfer elektron, oksidasi berarti kehilangan elektron dan reduksi berarti mendapat elektron.
Perbedaan reaksi oksidasi-reduksi dengan reaksi asam-basa adalah sebagai berikut :
Pada reaksi asam basa, ketika terjadi perpindahan proton mengharuskan zat asam dan basa bertemu langsung, sedangkan pada reaksi oksidasi-reduksi perpindahan elektron tidak harus bertemu (zat yang bereaksi dapat berbeda tempat dan elektron dapat dipindahkan melalui kawat.
Pada reaksi asam-basa, biasanya berlangsung cepat atau seketika, sedangkan pada reaksi pertukaran elektron berlangsung lambat dan kadang memerlukan penambahan katalis, pemanasan atau pereaksi yang berlebih.
Jika asam atau basa dilarutkan dalam air, maka proton akan diterima atau diberikan oleh molekul air dan membentuk larutan yang stabil. Sedangkan jika elektron diberikan atau diambil dari molekul air maka terbentuk produk tidak stabil (berupa gas).
Bobot ekivalen pada reaksi redoks adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol elektron.




PROSEDUR KERJA
Alat dan Bahan
Alat
Neraca analitik (1 buah)
Gelas arloji (1 buah)
Buret 50 ml (1 buah)
Statif dan Klem (1 buah)
Pipet gondok 25 ml dan 10 ml
Corong gelas (2 buah)
Beker gelas 200 ml (2 buah)
Labu ukur 100 ml (1 buah)
Pipet tetes (1 buah)
Erlemeyer 200 ml (2 buah)
Pengaduk kaca
Botol semprot
Bahan
Sampel NaOCl (Bayclin)
Larutan KI 20%
Indikator amilum
Larutan standar Na2S2O3.5H2O 0,1 N
Larutan K2Cr2O7
Larutan H2SO4 2N
Aquades

Skema Kerja
Standarisasi larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
0,5 gram kalium dikromat
memasukan
Labu ukur 100 ml
menambahkan
Aquades
menggoyang
Homogen
mengulang 2 X
Memipet 10 ml kalium bikromat
memasukan
Erlemeyer
Menambah
3 ml larutan KI dan 7,5 ml H2SO4
Simpan ditempat gelap selama 10 menit
Menitrasi dengan Na2S2O3.5H2O
Hingga berwarna kuning
Menambahkan 3 tetes indicator amylum

Titrasi kembali dengan Na2S2O3.5H2O

Mencatat informasi


Penetapan kadar NaOCl dalam sampel larutan bleaching Bayclin

5 ml larutan bleaching (Bayclin)
memasukan
Labu ukur 100 ml
menambahkan
Aquades
menggoyang
Homogen
mengulang 2 X
Memipet 25 ml larutan bleaching
memasukan
Erlemeyer
Menambah 5 ml KI dan 5 ml H2SO4
Menutup dengan plastik dan disimpan ditempat gelap selama 10 menit

Menitrasi dengan Natrium thiosulfat hingga warna kembali ke asal
tambahkan indicator amylum
Titrasi kembali natrium thiosulfat

Mencatat informasi

HASIL ANALISIS
Hasil Praktikum
Standarisasi larutan Natrium thiosulfat
Berat Na2S2O3.5H2O : 6,2 gram
Berat K2Cr2O7 : 0,5018 gram

Titrasi Volume kalium dikromat (ml) Volume Natrium thiosulfat (ml) Perubahan warna selama titrasi
1 10 28,8 Coklat tua  kuning keemasan  hijau kehitaman  biru muda jernih
2 10 27,9 Coklat tua  kuning keemasan  hijau kehitaman  biru muda jernih
Volume rata-rata 10 28,35 -


Penetapan kadar NaOCl

Titrasi Volume sampel (ml) Volume Natrium thiosulfat (ml) Perubahan warna selama titrasi
1 25 24,00 Coklat tua  kuning keemasan  biru kehitaman  bening
2 25 17,00 Coklat tua  kuning keemasan  biru kehitaman  bening/jernih
3 25 17,30 Coklat tua  kuning keemasan  biru kehitaman  bening/jernih
Volume rata-rata 25 19,43 -



Reaksi
Standarisasi larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
Cr2O72- + 6I- + 14 H+  2Cr33+ + 3I2 + 7 H2O
I2¬ + 2 S2O32-  2I- + S4O62-
Pada titik ekivalen berlaku :
N Na2S2O3=(N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7)/(V Na2S2O3)

Penetapan kadar NaOCl dalam sampel larutan bleaching (bayclin)
ClO- + 2I- + 2 H+  Cl- + I2 + H2O
I2¬ + 2 S2O32-  2I- + S4O62-
Pada saat titik ekivalen berlaku :
N OCl- = (N Na2S2O3 x V Na2S2O3 )/(V OCl- )
Rumus Penetapan Kadar
Kadar asam asetat bisa diketahui dengan rumus :
Kadar OCl (%b/v)= (N OCl^- .V OCl^-.BE OCl^-)/(Volume sampel (liter))
Apabila diasumsikan semua OCl- berasal dari NaOCl, maka kandungan NaOCl dalam larutan bleaching dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
NaOCl (%b/b) =(N NaOCl x V NaOClx BENaOCl )/(volume sampel (liter)) x 100%
Perhitungan
Mencari Normalitas Na2S2O3
N kalium dikromat = (berat K2Cr2O7)/(BE K2Cr2O7 x V)
N kalium dikromat = (0,5018 gram)/(294/6 x 0,1 L)=0,1024 N


Grek kalium dikromat = grek natrium thiosulfat
N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3
N Na2S2O3 = (N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7)/(V Na2S2O3)
N Na2S2O3 = (0,1024 N x 0,01 L)/(0,02835 L)=0,0361 N

Normalitas NaOCl
Grek NaOCl = grek Na2S2O3
(N x V) NaOCl = (N x V) Na2S2O3
N NaOCl = (N Na2S2O3 x V Na2S2O3)/(N NaOCl)
N NaOCl = (0,0361 x 0,01943)/0,025
N NaOCl = 0,0280 N

Kadar NaOCl
Kadar NaOCl (%b/v)= (N NaOCl .V NaOCl.BE NaOCl)/(Volume sampel (liter))
Kadar NaOCl (%b/v)= (0,0280 .0,1 .74,5)/5 x 100%
Kadar NaOCl(%b/b)= 0,2086/5 x 100%
Kadar NaOCl(%b/b)=0,04172 x 100%=4,172%

PEMBAHASAN
Standarisasi larutan Natriun Thiosulfat
Tujuan dari standarisasi larutan natrium thiosulfat adalah untuk mengetahui normalitas sesungguhnya dari larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3.5H2O) tersebut. Hal ini dikarenakan untuk menganalisis kadar suatu zat, harus menggunakan larutan standar. Standarisasi larutan natrium thiosulfat dilakukan dengan cara menitrasi larutan natrium thiosulfat dengan kalium dikromat.
Langkah pertama ialah membuat larutan kalium dikromat terlebih dahulu yang diketahui konsentrasinya (sudah tersedia) dimana larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) digunakan sebagai titrat, sedangkan natrium thiosulfat digunakan sebagai titran. Dalam pembuatan larutan kalium dikromat ini langkah pertama yaitu menimbang 0,5018 gram kalium dikromat dengan neraca analitik kemudian dilarutkan dengan akuades hingga 100 ml dalam labu takar. Larutan kalium dikromat dipipet sebanyak 10 ml daan dimasukan dalam erlemeyer kemudian ditambah 3 ml larutan KI 20% dan 7,5 ml H2SO4 2N. Erlemeyer kemudian ditutup dengan plastik dan disimpan di dalam tempat yang gelap selama 10 menit. Tujuan dari penutupan ini adalah untuk menghindari agar I2tidak menguap dan tidak teroksidasi, sedangkan tujuan penyimpanan ditempat gelap adalah agar KI tidak terurai oleh sinar matahari/oleh cahaya yang ada.
Setelah itu larutan kalium dikromat tersebut dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Kran pada buret dibuka perlahan agar titran dapat keluar dengan perlahan. Saat proses titrasi erlemeyer harus selalu digoyang, agar larutan di dalam erlemeyer menjadi homogen. Setelah larutan didalam erlemeyer berubah warna dari coklat tua menjadi kuning, kemudian ditambah dengan 3 tetes indikator amilum. Setelah itu larutan berubah warnanya menjadi hijau kehitaman. Penggunaan indikator dimaksudkan agar praktikan dapat mengetahui titik ekivalen dari titrasi tersebut. Pada titrasi ini sebenarnya larutan natrium thiosulfat sudah mempunyai self indicating. Akan tetapi karena perubahan warnanya kurang jelas maka perlu dibantu dengan indikator amilum untuk lebih memperjelas perubahan warnanya. Setelah pemberian indikator amilum larutan dititrasi kembali dengan larutan natrium thiosulfat yang akan dicari normalitasnya. Titik ekivalen tercapai apabila titrat (kalium dikromat) berwarna biru jernih.
Setelah kalium dikromat berwarna biru bening titrasi harus dihentikan, volume natrium thiosulfat dalam buret dicatat, dan titrasi diulangi sebanyak 2X agar mendapat data yang lebih akurat. Volume natrium thiosulfat yang digunakan adalah volume rata – rata dari ke-2 percobaan tersebut. Selanjutnya dicatat segala informasi yang diperoleh. Normalitas natrium thiosulfat dapat dihitung dengan rumus grek titran = grek titrat.
Pada standarisasi larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N terjadi reaksi:
Cr2O72- + 6I- + 14 H+  2Cr33+ + 3I2 + 7 H2O
I2¬ + 2 S2O32-  2I- + S4O62-
Dalam perhitungan, yang digunakan sebagai n (bilangan valensi) adalah jumlah electron yang terlibat karena reaksi ini merupakan reaksi redoks.
Penetapan kadar NaOCl
Penetapan kadar NaOCl dilakukan dengan cara menitrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Langkah pertama yaitu memipet 5 ml sampel larutan bleaching yang akan dicari kadarnya. Dalam percobaan ini kami menggunakan bleaching merk bayclin (salah satu produk pemutih pakaian) sebagai larutan yang akan diuji. Larutan bleaching tersebut diencerkan dengan aquades hingga volumenya menjadi 100 ml dalam labu ukur. Setelah diencerkan larutan bleaching dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukan kedalam erlenmeyer serta ditambah 5 ml larutan KI 20% dan 5 ml H2SO4 4N. Erlemeyer kemudian ditutup dengan plastik dan disimpan di dalam tempat yang gelap selama 10 menit.
Dalam percobaan ini ditambahkan H2SO4 4N yang berfungsi seagai pengatur pH. Hal ini dikarenakan pada iodometri saat terjadi ttitik ekivalen reaksi melibatkan O yang berarti pH larutan sangat mempengaruhi hasil reaksi. Sedangkan tujuan dari penyimpanan ditempat gelap adalah agar KI tidak terurai oleh sinar matahari/oleh cahaya yang ada.
Setelah itu larutan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Kran pada buret dibuka perlahan agar titran dapat keluar dengan perlahan. Saat proses titrasi erlemeyer harus selalu digoyang, agar larutan di dalam erlemeyer menjadi homogen. Setelah larutan didalam erlemeyer berwarna kuning keemasan, kemudian titambah dengan 3 tetes indikator amilum. Setelah itu larutan berubah warnanya menjadi biru kehitaman.
Penggunaan indikator dimaksudkan agar praktikan dapat mengetahui titik ekivalen dari titrasi tersebut. Pada percobaan ini digunakan amilum sebagai indicator karena amilum dapat berubah warna bila bertemu iodium. Setelah pemberian indikator amilum larutan dititrasi kembali dengan larutan natrium thiosulfat yang akan dicari normalitasnya.
Pada saat mendekati titik ekivalen akan terjadi perubahan warna secara drastic, sehingga praktikan harus jeli mengamatinya . Untuk lebih memperjelas perubahan warnanya, maka dibawah erlemeyer diletakkan kertas putih. Setelah terjadi perubahan warna dari tak biru kehitaman menjadi bening, maka proses titrasi dihentikan. Volume natrium thiosulfat dicatat, dan titrasi diulangi hingga 3X. Volume natrium thiosulfat yang digunakan adalah volume rata – rata dari ketiga percobaan tersebut. Normalitas NaOCl dapat dihitung dengan rumus grek titran = grek titrat.
Reaksi yang terjadi adalah:
ClO- + 2I- + 2 H+  Cl- + I2 + H2O
I2¬ + 2 S2O32-  2I- + S4O62-

KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan titrasi asam – basa (alkalimetri) adalah sebagai berikut :
Titrimetri (titrasi) redoks adalah titrasi yang menggunakan reaksi reduksi – oksidasi.
Titrasi iodometri adalah ditrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.
Natrium thiosulfat memiliki self indicating, akan tetapi perubahan warnanya kurang jelas.
Dalam percobaan ini indikator amilum digunakan untuk lebih memperjelas perubahan warna pada saat mendekati titik ekivalen.
Standarisasi larutan standar primer dilakukan untuk mengetahui konsentrasi larutan standar primer.
Pencarian kadar NaOCl dapat dilakukan dengan menggunakan indikator amilum.
Dari hasil perhitungan, normalitas Na2S2O3 adalah 0,0361 N dan normalitas NaOCl adalah 0,0280 N.
Kadar NaOCl diperoleh adalah sebesar 4,172%

DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Prasetya. 2008. Modul Kimia Analisis. Yogyakarta : Akademi Tenologi Kulit
Sya’bani, M. Wahyu. 2009. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisis.Yogyakarta : Akademi teknologi kulit.
Wiryawan, Adam,dkk. 2007. Kimia Analitik untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Malang: e-book

Sunday 12 June 2011

Laporan Resmi Praktikum ALKALIMETRI KIMIA ANALISIS



PRAKTIKUM ALKALIMETRI

TUJUAN
Praktikan mampu menetapkan kadar CH3COOH (asam asetat) dan asam cuka (HCl) menggunakan prinsip reaksi asam-basa.

DASAR TEORI

Titrasi asam – basa adalah titrasi dimana reaksi antara titrat dan titranya merupakan reaksi asam – basa. Alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan standar senyawa basa. Reaksi antara senyawa asam dan basa pada dasarnya adalah reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara donor proton (asam) dengan resipien/aseptor proton (basa). Jika asam dan salah satu lemah maka garam akan terhidrolisa dan larutan sedikit asam/basa.
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode kimia analisa kuantitatif yang didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa. Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan secara analisa volumetri. Titik akhir dari titrasi ini mudah dilihat dengan penambahan indikator yang sesuai. Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar asam Cuka (CH3COOH) dengan titrasi Asidi-Alkalimetri. Sampai pH asam cuka berubah menjadi larutan basa, untuk ditentukan kadarnya.
Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J, 1994).
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida.Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer (Basset, J, 1994).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan,yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, J, 1994).